Secangkir celoteh kata yang tak
asing ditelinga kita, ketika mendengar istilah korupsi, kolusi, nepotisme,
primordialisme dan lain-lain. Sebagian para penyelenggara negara yang katanya
mengabdi untuk kepentingan rakyat tapi nyatanya tidak sepenuhnya dalam nurani mereka
yang murni pengabdiannya untuk rakyat, karena sebagian para peyelenggara
tersebut loyalitasnya didedikasikan untuk kepentingan pribadi. Ini memberikan gambaran bahwa kita sebagai
rakyat Indonesia masih belum cermat dalam memilah dan memilih para calon
pemimpin dengan kemurnian visi dan misi yang didasarkan untuk kesejahteraan
rakyat tapi kita masih terkecoh dengan visi misi busuk yang berbalut
janji-janji manis pengabdian. Banyak sekali persolaan yang dihadapi dewasa ini.
Belum lagi dengan persoalan pemahanan pemikiran agama yang tak kunjung selesai
ditengah-tengah kehidupan masyarakat, baik yang di desa maupun yang dikota
repot meributkan aliran-aliran keyakinan yang memecah belah persatuan tali silaturahmi
antar umat beragama, bahkan dalam satu agama pun terdapat sekat tebal sebagai
pemicu konfilik internal.
Pemerintah harus segera mengatasi
permasalahan yang terjadi, bukan hanya fokus didalam pemerintahan itu sendiri
hingga permasalahan ditengah kehidupan masyarakat terabaikan, hal ini yang
membuat dekadensi moral generasi muda semakin meningkat tajam. Masyarakat kita
sedang diperangi oleh berbagai budaya luar berkedok medernisasi yang memicu
berbagai konflik, pemikiran-pemikiran sesat, memecah belah persatuan dan
kesatuan, sementara para wakil rakyat
sibuk menimbun uang untuk menebus dana kampanye sewaktu ia menjadi calon
legislatif. Pantas saja permasalahan tak kunjung selesai, tradisi korupsi,
kolusi, nepotisme, penyuapan kini sudah membudaya dikalangan elit sebagian
penyelenggara negara. Ujung-ujungnya rakyat Indonesia lagi yang menjadi korban.
Tradisi primordialis telah melekat dalam diri penyelenggara sehingga menyulitkan
para pekerja terampil karena di isi dengan istilah kekerabatan yang pada
akhirnya sistem dijalankan oleh para birokrat yang memang bukan ahlinya. Tradisi korupsi juga menjadi budaya
disebagian elit birokrasi baik yang didaerah maupun yang dipusat sehingga pembangunan
tidak direalisasikan secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat. Pada akhirnya rakyat kelaparan akan keadilan,
rakyat kelaparan akan pembangunan, demo terjadi diberbagai pelosok nusantara
yang gilirannya menghasilkan sektarianisme, anarkisme, kesenjangan sosial di
tengah kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini.
Ironis sekali ketika sebagian
para wakil rakyat menuntut kenaikan gaji, padahal potret keseriusan serta
kinerja para wakil rakyat tersebut belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat
kebanyakan.
Goresan pena, tetesan kata,
hembusan makna yang tertulis dalam selembaran kertas ini bukan bertujuan untuk
menghasut. Ini adalah setetes surat kecil pengantar tidur saya dan ditujukan
bukan untuk siapa-siapa tapi untuk kita. Kita yang harus selalu sigap, kita
yang harus selalu cermat, kita yang harus selalu kritis, kita yang harus selalu
optimis untuk membangun kehidupan yang lebih baik, untuk membangun generasi
yang lebih berkualitas dan bermoral. Salam semangat pemuda-pemudi Indonesia.
Posted by 11.40 and have
0
comments
, Published at